tag:blogger.com,1999:blog-3618303237914412102024-03-05T07:25:25.500-08:00mengenal tradisi bangsaSebuah buku tentang tradisi orang IndonesiaMengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-25895358274765864142010-09-18T20:21:00.000-07:002010-09-18T20:21:04.731-07:00Garis Tepi<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 5.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><i>Bagi siapapun yang tertarik untuk mendalami ilmu sosial, maka di ujungnya akan menemukan bahwa inti dari ilmu tentang masyarakat ternyata adalah “dinamika” masyarakat itu sendiri. Dunia sosial yang kita huni ini memang menyajikan beragam menu kehidupan yang menarik untuk diamati, dihayati, dan tentu saja “dicicipi” dengan cara meleburkan diri ke dalamnya. Buku ringkas di tangan pembaca ini, juga bicara tentang secuil saja dari dinamika masyarakat tersebut, yakni tentang dinamika tradisi masyarakat dalam konteks perubahan sosial.</i><o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 5.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"></span></div><a name='more'></a><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 5.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";">Namun demikian, tidak lantas buku ini dikatakan “memadai” untuk mengungkap panjang lebar tentang dinamika perubahan sosial masyarakat. Buku ini terlalu sederhana untuk merangkum tugas besar itu. Sebab, bicara tentang perubahan sosial berarti kita harus juga memperbincangkan tentang sumber atau faktor-faktor penyebab perubahan sosial, saluran atau media perubahan itu, dan tentu saja mensintesiskan kira-kira kemana arah perubahan sosial masyarakat yang kita amati tersebut? Oleh karena itu, buku “Potret Tradisi di Persimpangan Jaman” ini, sejatinya hanyalah stimulus atau pintu pembuka menuju studi dan kajian perubahan sosial yang lebih komprehensif.<o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 5.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";">Dari beberapa potret tradisi yang dituangkan dalam buku ini, penulis memberikan cetak tebal secara khusus dalam cara pandang kita terhadap tradisi. Bahwa, esensi dalam tradisi itu dapat kita lihat dari dua sisi paling utama, yaitu terkait masalah “kepuasan” dan “kesesuaian”. Dengan kata lain, apakah suatu tradisi masyarakat dapat bertahan dan dipertahankan oleh anggota masyarakatnya, dapat dimulai dengan pertanyaan “apakah tradisi itu masih dianggap memuaskan?” atau “apakah tradisi itu memiliki daya adaptasi dan kelenturan yang tinggi terhadap kehidupan?”. Dengan demikian, lewat tulisan dalam buku kecil ini, penulis sampai pada hipotesis bahwa, semakin memuaskan dan sesuai suatu tradisi terhadap alam pikir kontemporer dan realitas kehidupan [sosial, ekonomi, politik, religi, dsb] anggotanya, maka makin langgeng tradisi tersebut. Pun sebaliknya, makin “tidak sesuai” dan “memuaskan”, maka makin pula tradisi itu ditinggalkan.<o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 5.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";">Menelaah tentang kesesuaian dan kepuasan terhadap suatu tradisi, memang menjadi persoalan tersendiri yang sulit dicari parameternya. Akan tetapi, bukan berarti tidak dapat diamati dan dirasakan. Keputusan suatu anggota masyarakat untuk meneruskan suatu tradisi atau meninggalkannya, dapat dipelajari dari perilaku-perilaku dan pemahaman subjektif yang muncul di sekitar tradisi tersebut. Kemudian, kita dapat membandingkannya dengan perilaku dan pemahaman yang muncul sebelumnya atau yang kemudian. Tingkat perbedaan itulah, yang kemudian menjadi indikasi tentang status masih “memuaskan” atau “sesuai” tidaknya suatu tradisi masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Thomas & Znanienki [1964:492] bahwa watak atau jiwa seseorang, yang didalamnya terdapat komponen sikap dan perilaku suatu kelompok, merupakan pencerminan dari kebudayaan masyarakatnya.<o:p></o:p></span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 5.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";">Akhirnya, dengan menikmati berbagai potret tradisi dalam buku ini, kita akan sampai pada sebuah perjalanan tentang dinamika kehidupan sosial manusia yang unik dan progresif. Ada proses dis-organisasi dan re-organisasi serta de-konstruksi dan re-konstruksi yang berlangsung secara terus menerus di tengah masyarakat yang kita singgahi ini. Artinya, tidak ada masyarakat yang tidak berubah. Sebaliknya, dalam masyarakat yang telah berubah sangat modern sekalipun, selalu saja masih ada warisan masa lalu yang tersisa, melekat erat, dan mewarnai secara khas corak masyarakat itu sendiri. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wallahu’alam.</i><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-1735970887753192882010-09-18T20:19:00.000-07:002010-09-18T20:19:39.839-07:00Jimat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjONFC_LTY-ek_3_Ilt-MeSTl87ZWr9IVrmGWLVeFTgy6KkEOZh3ubd3fRtxuKg9LOTei8yRMNIYZujgwPIq1msoqH3C4S8XDu4xpj5iO34VgoUU_IIUInvZRm4Y2CNtUFlT6Mj_DacED_g/s1600/17-Jimat.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjONFC_LTY-ek_3_Ilt-MeSTl87ZWr9IVrmGWLVeFTgy6KkEOZh3ubd3fRtxuKg9LOTei8yRMNIYZujgwPIq1msoqH3C4S8XDu4xpj5iO34VgoUU_IIUInvZRm4Y2CNtUFlT6Mj_DacED_g/s320/17-Jimat.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">Biasanya, kepemilikan jimat hanya diketahui oleh si pemilik dan biasanya tidak dikabar-kabarkan kepada orang lain. Jimat, dalam akronim bahasa jawanya “</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">barang siji di mat-mat</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">” [satu barang yang dieman-eman dan dijaga], menunjukkan bahwa keberadaannya sangat istimewa. Pamer jimat bukanlah sesuatu yang lumrah, bahkan terkadang tidak dianjurkan. Oleh sebab itu, kita akan kesulitan untuk bertanya pada seseorang apakah dia memiliki jimat tertentu atau tidak [kecuali dia ingin menjualnya]. Terkadang, pemakai jimat akan malu-malu untuk mengakui mereka memiliki jimat. Mereka tidak mau disebut sebagai orang yang menyekutukan Tuhan. Sebagai penengahnya, para pengguna jimat akan mengatakan bahwa,</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">“</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">jimat ini hanyalah media perantara belaka, tidak disembah, hanya diharapkan tuah-nya saja......</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">”</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><span style="mso-spacerun: yes;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 111)</span></span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 5.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-47363057339211090622010-09-18T20:17:00.000-07:002010-09-18T20:17:28.719-07:00Batik<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis10RLhp3eusm0LJ8qmyK19IlQeF6QNogc9PBxAX6CJh7NIBKFBakEn0ENfRVLprRaDW8cCxGmLABW3wNwWOHrBUTdOw05eyYeaPRb1HdUT-t6Q_U1uek2y02FfxHGh6l21EhvpaXjh3Hh/s1600/16-batik2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis10RLhp3eusm0LJ8qmyK19IlQeF6QNogc9PBxAX6CJh7NIBKFBakEn0ENfRVLprRaDW8cCxGmLABW3wNwWOHrBUTdOw05eyYeaPRb1HdUT-t6Q_U1uek2y02FfxHGh6l21EhvpaXjh3Hh/s200/16-batik2.jpg" width="150" /></a></div><div style="text-align: justify;">"...<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 15px; line-height: 17px;">kita sering melihat bahwa yang mampu atau biasa menjadi pembatik tradisional kebanyakan adalah perempuan. Sebab, batik pada masa dahulu adalah sebuah tradisi bercitarasa tinggi yang dikerjakan oleh mereka yang ingin melatih kesabaran, ketekunan, dan kepekaan rasa. Biasanya dilakukan oleh para putri raja dan para pembantunya [abdi dalem]. Para pembatik tulis yang masih ada saat ini pun adalah perempuan-perempuan sabar dan tekun yang masih tersisa. Gambaran ini bertolak belakang ketika mulai marak produksi batik cap, dimana laki-laki yang lebih banyak menjadi tenaga kerjanya. Karena dalam industri batik cap lebih mengedepankan kemampuan fisik dan tenaga, bukan kedisiplinan jiwa dan rasa..."</span></div><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;"><div style="text-align: right;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 103) </div></span>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-4105020415295673562010-09-18T20:15:00.000-07:002010-09-18T20:15:41.809-07:00Gotong Royong<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiW6dwBRf9Nd57b0zy8ES-yVNHFwv9hXMk931A6Nwuh6YlA4sFU5JWr8BKveTab3GIINd19ZD9KzoR0Um3xJB-TMmSaklxNpeXS8h_uDC-pH4UhZH59KVUdD9Md2yYNAfYUtW2ypouYsu3V/s1600/15-Gotong+Royong.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiW6dwBRf9Nd57b0zy8ES-yVNHFwv9hXMk931A6Nwuh6YlA4sFU5JWr8BKveTab3GIINd19ZD9KzoR0Um3xJB-TMmSaklxNpeXS8h_uDC-pH4UhZH59KVUdD9Md2yYNAfYUtW2ypouYsu3V/s320/15-Gotong+Royong.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">Kemalasan, kesibukan, dan teknologi yang memudahkan sekaligus “memalingkan” seseorang dari lingkungan sekitarnya, menjadi pengikis semangat kepedulian dan gotong royong. Bahkan, anak-anak generasi sekarang, tidak lagi mempunyai cukup ruang publik yang luas untuk bermain bersama tetangga atau anak-anak seusia. Mereka lebih senang bertapa di depan televisi atau </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">play station</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"> yang dikhawatirkan bisa menumpulkan kecerdasan emosionalnya. Pembangunan mall dan simbol-simbol konsumerisme dibangun bak cendawan di musim hujan yang mengakibatkan silaturahmi ke rumah tetangga menjadi beralih ke tempat-tempat belanja yang megah itu. Masyarakat lebih rajin menyambangi restoran </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">fastfood</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"> yang tidak hanya menawarkan makanan secara efisien, melainkan juga menjajikan kesenangan [termasuk berbagai permainan anak] [Ritzer, 2002:91]. Waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk mengenali lebih dekat orang-orang disekitar kita praktis makin sedikit. Wajar kalau kemudian ada teroris yang sedang bersembunyi di salah satu rumah tetangga, kita juga tidak tahu....."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 97)</span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: -2.3pt; margin-top: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-92058665728601018342010-09-18T20:11:00.000-07:002010-09-18T20:11:45.291-07:00Padusan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzyDBP1O5cK-I4wIqRyrnI7Sa_3ZduENvzgbe0KfDAelF8ehjtrwNfbTgLgbvQoiA2jBuzUE-0YRFaLJtM5pP6dtTeOTKl50N_QZ4lY0xQIIgyOJscGrKYRneRLTSh3xlnIAhELNxEYVpf/s1600/14-Pedusan2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzyDBP1O5cK-I4wIqRyrnI7Sa_3ZduENvzgbe0KfDAelF8ehjtrwNfbTgLgbvQoiA2jBuzUE-0YRFaLJtM5pP6dtTeOTKl50N_QZ4lY0xQIIgyOJscGrKYRneRLTSh3xlnIAhELNxEYVpf/s320/14-Pedusan2.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">Sebagian pihak menyayangkan momentum padusan telah berubah menjadi ajang “piknik” dan ramai-ramai belaka. Esensi membersihkan diri tidak tersurat dalam penampakan tradisi padusan masa kini. Hanya seperti mandi dan berendam bareng-bareng. Lebih memprihatinkan, karena bercampurnya laki-laki dan perempuan, dikhawatirkan yang terjadi justru pedusan ini menjadi ajang “cuci mata” bagi mata-mata keranjang yang hobinya jelalatan. Artinya, bukan malah menjadi bersih dan suci, tapi pikiran malah menjadi kotor dan mesum...."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 88)</span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-45457457188371385912010-09-18T20:10:00.000-07:002010-09-18T20:10:08.105-07:00Pingitan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrjMzyTgIuTRX6RrwFU0CU9I9_VSV6IsBqzyP0JSjPrbtBVkVds0BAvaOCkoC262q2ROs8VeKPvVB7nQYzsiOo2qWErO-bteKUeyJ1a2l8T5oAxJ9ofUhYCUMVw3xzNw7k7TQdpL3dTAJz/s1600/13-Pingitan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrjMzyTgIuTRX6RrwFU0CU9I9_VSV6IsBqzyP0JSjPrbtBVkVds0BAvaOCkoC262q2ROs8VeKPvVB7nQYzsiOo2qWErO-bteKUeyJ1a2l8T5oAxJ9ofUhYCUMVw3xzNw7k7TQdpL3dTAJz/s200/13-Pingitan.jpg" width="125" /></a></div><div style="text-align: justify;">"...<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">Entah mengapa anjuran untuk mengurung diri di rumah menjelang pernikahan sudah tidak menjadi tren lagi jaman sekarang. Dengan enteng dan mudahnya setiap lontaran untuk pingitan akan ditanggapi sebagai guyonan belaka. Seolah-olah, pingitan memang hanya pantas di jaman siti nurbaya atau bahkan tradisi jaman nabi nuh, alias </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">baheula</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">, kuno, kolot, dan ketinggalan jaman..."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, hal 84)</span></span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><br />
<o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-5655316911064434832010-09-18T20:08:00.000-07:002010-09-18T20:08:33.726-07:00Kubur Ari-Ari<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3EgR_XPT1DCJmNh_cRX3gFnG7KxECPJp5PZxv_IIM-xod3IGhRfKuMaesZB2ArL3s-KA0Pfz-1EjKnXpwBTjAc4k5_kj2AvGaYaGsNF3miurCm_6As5i6xHNmvEe3qjpzs_BzWvdPLGny/s1600/12-Kubur+Ari+Ari2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3EgR_XPT1DCJmNh_cRX3gFnG7KxECPJp5PZxv_IIM-xod3IGhRfKuMaesZB2ArL3s-KA0Pfz-1EjKnXpwBTjAc4k5_kj2AvGaYaGsNF3miurCm_6As5i6xHNmvEe3qjpzs_BzWvdPLGny/s320/12-Kubur+Ari+Ari2.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">Tata cara dan niat menguburkan ari-ari bermacam-macam. Pada mulanya memang menguburkan ari-ari kental dengan niatan untuk menghindari gangguan yang tidak kasat mata. Lebih kuat aroma mistisnya. Seperti agar si bayi tidak rewel, jauh dari penyakit, tidak diganggu saudara kembarnya, dan agar bayi sehat wal afiat. Namun semakin kesini, rasionalitas manusia menuntun pada logika bahwa ari-ari atau plasenta adalah bagian dari tubuh [hidup], yang jika dia mati akan mengalami pembusukan. Oleh sebab itu ari-ari harus dikubur secepatnya sebelum membusuk dan mencemari lingkungan..."</span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><span style="mso-spacerun: yes;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 77)</span><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-81376636418312665352010-09-18T20:06:00.000-07:002010-09-18T20:06:48.238-07:00Ngabungbang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4HlcIGtBHOd_z0CwlQhRU05IwNqsG5OdWjedjHJkBFCnaX0CJRv_ELAOIj8H884lEBMThy7D0-RHALXwpgFGL_117bKcTiJ2oyELHXRyvxPcAS6zMV2AKklBt8jBgywg4icOVY7Cm3K4H/s1600/14-Pedusan2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4HlcIGtBHOd_z0CwlQhRU05IwNqsG5OdWjedjHJkBFCnaX0CJRv_ELAOIj8H884lEBMThy7D0-RHALXwpgFGL_117bKcTiJ2oyELHXRyvxPcAS6zMV2AKklBt8jBgywg4icOVY7Cm3K4H/s320/14-Pedusan2.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"......<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Di tempat lain, mungkin sudah banyak masyarakat yang mengenal istilah “</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">melekan</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">”, “</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">maleman</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">”, atau terjaga semalam suntuk. Begitu pun dalam soal mandi berjamaah, masyarakat di Jawa Tengah dan sekitarnya mengenal tradisi padusan yang dilakukan ramai-ramai sehari sebelum bulan puasa [Ramadhan]. </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nah</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">, </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngabungbang</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"> ini bisa dibayangkan adalah tradisi leluhur masyarakat Sunda yang menggabungkan kedua ritual tersebut : tidak tidur dari malam sampai pagi plus mandi di tengah malam...."</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-right: -2.3pt; text-align: right;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, hal 115)<o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-75293169897551417382010-09-18T20:03:00.000-07:002010-09-18T20:03:51.180-07:00Tatto<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjracBQ_vXa_ftwvJghG5ef1cagomLNs6W9cAvt2pu8YUZdEOnmP7NtZyLGNUYPs-o0OZMAcBAMU7H4CvPGzRn7YX65Lp5O2dG6OfDbnvR7fNzxtNTa6bNkC72vF_cCXD7_7baJGtl9w6l0/s1600/11-Tato.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjracBQ_vXa_ftwvJghG5ef1cagomLNs6W9cAvt2pu8YUZdEOnmP7NtZyLGNUYPs-o0OZMAcBAMU7H4CvPGzRn7YX65Lp5O2dG6OfDbnvR7fNzxtNTa6bNkC72vF_cCXD7_7baJGtl9w6l0/s320/11-Tato.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"...<span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">Awalnya mistis dan disegani, kemudian dicibir dan dibenci, lalu akhirnya menjadi trend fashion yang dicari. Ya, itulah Tatto a.k.a titi, rajah, body painting, atau body decorating, yang berkembang di tengah masyarakat dunia. Pada mulanya Tatto memiliki fungsi tradisi yang sarat akan makna religi dan simbol penanda status sosial dan spiritual seseorang. Hal ini bisa ditemui pada tradisi suku-suku kuno yang sebagian telah punah, dan sebagian lagi masih eksis hingga saat ini. Tapi ratusan tahun kemudian, justru stigma negatif yang menempel pada tatto. Para narapidana, mafia, penjahat kambuhan [<i>bromocorah</i>], hingga para kriminal amatiran, hampir semuanya menjadikan tatto sebagai identitas khusus yang membuat mereka menjadi berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Terjadi politisasi tubuh yang memarginalkan para pengguna tatto. Kini, tatto telah bertransformasi menjadi trend fashion dan kosmetik yang dipandang sebagai seni dan budaya populer yang secara tersirat menjadi bentuk “perlawanan” kaum muda terhadap segala dominasi nilai yang membelenggu...."</span></div><div style="text-align: right;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 70)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 56.7pt; margin-right: 54.4pt; margin-top: 0in; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt;"><o:p></o:p></span></i></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-47279602084827917382010-09-18T20:01:00.000-07:002010-09-18T20:01:50.034-07:00Mudik<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKDqzWJxuuWOSsPn25qbjg2QueDf2-LvIyX4HhJ2LuS6vJLgAGInqjRFL_r3lvopvPYv6y2NdeE5Z4t26gf5s3bGk-otnWcO8N8_h4KwigcMSb0ev_PNuJKMA3NxDQnnlgpaZgaJuv-VIZ/s1600/10-mudik.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKDqzWJxuuWOSsPn25qbjg2QueDf2-LvIyX4HhJ2LuS6vJLgAGInqjRFL_r3lvopvPYv6y2NdeE5Z4t26gf5s3bGk-otnWcO8N8_h4KwigcMSb0ev_PNuJKMA3NxDQnnlgpaZgaJuv-VIZ/s320/10-mudik.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Sayangnya, sebagian besar orang masih memandang tradisi mudik ini semata-mata positif, dan membiarkan segala kerumitannya menjadi hal biasa. Bahkan, tradisi ini sengaja dilanggengkan untuk menunjukkan solidaritas dan rasa kekeluargaan masyarakat kita yang dianggap masih tinggi. Padahal, jika dianalisis secara mendalam, tradisi ini justru secara gamblang telah menelanjangi berbagai masalah dan ketimpangan sosial di negeri ini. Ketimpangan sosial itu, dapat dilihat dengan mencermati beberapa hal yang terjadi dalam tradisi mudik, khususnya di hari lebaran ini..."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 64)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;"><br />
<o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-82906165252161642032010-09-18T19:58:00.000-07:002010-09-18T19:58:31.913-07:00Gantangan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSgFfqI38AwV2jFbQ4ZFLFbQOlkhOfdBXkJSMbiui5wcOqEDgfa7DlQwGMzkjTff4YdcIHNsDzuEPvZsJdmLXyNQjEGuZSD2CyX9lCIT4ix6_GFaXlBDvYqaoI1Q1TV2zVaY0fyIoRJ_el/s1600/8-Gantangan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSgFfqI38AwV2jFbQ4ZFLFbQOlkhOfdBXkJSMbiui5wcOqEDgfa7DlQwGMzkjTff4YdcIHNsDzuEPvZsJdmLXyNQjEGuZSD2CyX9lCIT4ix6_GFaXlBDvYqaoI1Q1TV2zVaY0fyIoRJ_el/s320/8-Gantangan.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">".....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Meskipun tidak semua warga Subang mengkuti tradisi ini, namun sistem hajat gantangan seperti ini masih sangat kuat. Khususnya, di Subang tengah hingga utara. Siapapun yang sudah terikat tradisi ini, seperti masuk ke dalam lingkaran setan yang tak ada jalan keluarnya. Sebab, hutang gantangan ini juga diwariskan. Semisal tuan B tadi meninggal dunia dan tidak mampu membayar pinjaman dari tuan A, maka istri, anak, atau saudara tuan B yang lain wajib untuk melunasinya. Tuan A tidak akan “mengikhlaskan” begitu saja, apalagi jika jumlah simpanannya itu sangat besar. Kemanapun tuan B pergi, tuan A tidak akan segan untuk menagih..."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 52)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br />
<o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-6432304823460931302010-09-18T19:55:00.000-07:002010-09-18T19:55:58.080-07:00Nyumbang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWMM4Sp9YvWMY1fKS1Qy5MYt9XufjTPAOs5dK6uWJoCUzZfW-ovnRmUfxUTnfBsncqFblUBD-B2EHT-1urEL4kwpzlm9LP4nNUcdSPe6ZO7gaQrYQgm-IsTYs_C2fJAzP8K-iPpZ7sZJic/s1600/7-Nyumbang.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWMM4Sp9YvWMY1fKS1Qy5MYt9XufjTPAOs5dK6uWJoCUzZfW-ovnRmUfxUTnfBsncqFblUBD-B2EHT-1urEL4kwpzlm9LP4nNUcdSPe6ZO7gaQrYQgm-IsTYs_C2fJAzP8K-iPpZ7sZJic/s320/7-Nyumbang.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"......<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Namun sayangnya, tradisi </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><i>nyumbang</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"> mulai mengalami pergeseran nilai saat ini. Pertama,</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">makna tradisi nyumbang telah berubah wajah menjadi semakin kapitalis. Hajatan beserta tradisi nyumbang-nya, menjadi ladang untuk mengakumulasi modal bagi pemilik hajat. Sementara itu, bagi anggota masyarakat yang lain, nyumbang justru menambah beban ekonomi di tengah masa sulit seperti saat ini. </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><i>Nyumbang</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"> yang dulu berdasar atas asas suka dan rela, kini cenderung bergeser pada usaha pengumpulan uang “</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">by target</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">” dan “terstandar”...."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><br />
</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, hal 47)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 14.0pt;"><br />
<o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-44621359531365420382010-09-18T19:53:00.000-07:002010-09-18T19:53:20.648-07:00Nyirih<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikEW9A4ITRF4OGIb9ut8qatdnaSWeTjWLVfSOVXV0eVmJNede-Fuvc5x2OZBOSemOQHJPLHhnw8j9u5qESHL79rY6reml9JjPfzpoJnTvRP_oNndyueYQ9zNZcILRIpaDJb0h4MidfBiXj/s1600/6-Nyirih.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikEW9A4ITRF4OGIb9ut8qatdnaSWeTjWLVfSOVXV0eVmJNede-Fuvc5x2OZBOSemOQHJPLHhnw8j9u5qESHL79rY6reml9JjPfzpoJnTvRP_oNndyueYQ9zNZcILRIpaDJb0h4MidfBiXj/s200/6-Nyirih.jpg" width="141" /></a></div><div style="text-align: justify;">".....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 18px;">ada satu adat kebiasaan dari masyarakat kita yang hampir punah, yaitu kebiasaan mengunyah sirih pinang. Apapun penyebab punahnya kebiasaan itu, mungkin menarik bagi kita untuk menelusurinya. Sama menariknya dengan mencari tahu, darimana asal kebiasaan tersebut?...."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 18px;"><br />
</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 18px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 43)</span></div><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 18.0pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><div style="text-align: justify;"> </div></span>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-92133514566061017962010-09-18T19:51:00.000-07:002010-09-18T19:51:07.447-07:00Cekokan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV9zCmMJLLKDARittD2uWht0BLHBuA0nLUyZ8TrGLm8UUTaicBwfWrh-BErAKg_V5oaGl7DPvrzHj_G2_ZhBIlS3GowirSWHWXC2Dkn48QNFYbluHbvgDPgZ1Kh2XxwnXGqLBxDzYxKc5J/s1600/5-Cekokan2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV9zCmMJLLKDARittD2uWht0BLHBuA0nLUyZ8TrGLm8UUTaicBwfWrh-BErAKg_V5oaGl7DPvrzHj_G2_ZhBIlS3GowirSWHWXC2Dkn48QNFYbluHbvgDPgZ1Kh2XxwnXGqLBxDzYxKc5J/s320/5-Cekokan2.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">".....<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">Jamu cekok merupakan istilah yang dipakai oleh masyarakat Jawa. Cekok sendiri dapat dimaknai sebagai sebuah metode atau cara meminumkan jamu. Tidak melalui gelas, dot, atau botol, melainkan dengan cara “paksa” langsung diperas dan masuk ke mulut si anak. Biasanya, begitu melihat dan membau jamu yang diracik, seorang anak akan menangis meronta dan tidak mau meminumnya. Seringkali, ketika seorang anak ingin minum atau makan sesuatu yang dilarang orang tuanya, maka si orang tua akan bilang, “</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">awas adek, jangan minum ini ya, ini jamu, pahit!</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">”. Lalu si anak akan terbengong-bengong dan mengubur dalam-dalam keinginannya. Jamu, dikonstruksikan sendiri oleh kebanyakan orang tua sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, pahit, dan tidak boleh dikonsumsi oleh si anak...."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 33)</span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-60084206039416669272010-09-18T19:48:00.000-07:002010-09-18T19:48:34.511-07:00Ngaben<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwdyzv1VjQxsX-Upp_QNQfNA4m8wD3G4Y0ZFCDSkx5M3C9gfFHWkVy30GDg94fH_OKuatKr1gn-ILors4clDDRYNtFLjw3julQpzVAsFOh4NpwLO4zgamVwIREIKhPQIJI_z7v4KCyQIaJ/s1600/4-Ngaben2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwdyzv1VjQxsX-Upp_QNQfNA4m8wD3G4Y0ZFCDSkx5M3C9gfFHWkVy30GDg94fH_OKuatKr1gn-ILors4clDDRYNtFLjw3julQpzVAsFOh4NpwLO4zgamVwIREIKhPQIJI_z7v4KCyQIaJ/s320/4-Ngaben2.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">"......<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Ketika seorang lelaki berpakaian serba putih dengan ikat kepala plus lonceng kecil di tangannya keluar, jenazah ibu paruh baya tadi yang sudah ditutup kain putih diangkat dan dimasukkan ke dalam Bade. Tak berapa lama kemudian, belasan pria kekar telah siap berdiri dan mengangkat kereta tandu yang telah berisi jenazah tadi. Begitu kereta diangkat, bunyi gamelan khas bali bertalu-talu mengiringi arak-arakan kereta jenazah menuju lokasi pembakaran mayat. Puluhan, dan bahkan ratusan orang dibelakangnya setengah berlari (saking cepatnya si pengarak kereta berjalan), mengikuti dari depan dan belakang. Sementara para turis mancanegara yang sedari tadi merekam dan memotret penuh antusias, juga bergegas tak mau ketinggalan. Ya, itulah bagian dari prosesi ngaben atau upacara pembakaran mayat yang begitu mahsyur di pula dewata ini....."</span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, hal 25)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;"><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-65176727536797806802010-09-18T19:46:00.000-07:002010-09-18T19:46:40.950-07:00Belis<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguBKIQrK494Gjcb_Fjd4fpcywAyz0GAfH8w5b9eGl7uP2zoVcY8lYiREz2jeWuiw6LxLsodbBklmj1k6R73FObiXI0AQBBk3p9sV6gnQ_vJm4pbyWp9pO_aVPNzVzChWhcaIJpDDy1f4yE/s1600/3-Belis2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguBKIQrK494Gjcb_Fjd4fpcywAyz0GAfH8w5b9eGl7uP2zoVcY8lYiREz2jeWuiw6LxLsodbBklmj1k6R73FObiXI0AQBBk3p9sV6gnQ_vJm4pbyWp9pO_aVPNzVzChWhcaIJpDDy1f4yE/s320/3-Belis2.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">"..............di tengah segala keterbatasan alam dan ketertinggalan pembangunan tersebut, tradisi mahal seperti Belis justru tumbuh subur, merata, dan eksis di berbagai pelosok daerah. Semakin ke pedalaman semakin kuat. Mulanya penulis tidak habis pikir, bagaimana mereka mampu menjalankan adat sedemikian kuat, padahal kehidupan mereka jauh dari sejahtera? Namun akhirnya, kabut gelap itu terkuak juga......."<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 18)</span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-20913588941199814322010-09-18T19:43:00.000-07:002010-09-18T19:54:18.949-07:00Ronggeng<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial; font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 13px;"></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial; font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 13px;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXyt6jikTcTl54OAFL7bbU4QyhyphenhyphenFZXGXzGvCE3NOLluGobbl36qzMVkWV-AK9UmqTqgSzsJWhGwoYh0FL97RGbIDfQuo6AcgNmax0Iu5MOjJGjOf1RaFGyZKU0Ksxg2Kq6AD32nFNEMXAZ/s1600/2-Ronggeng.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXyt6jikTcTl54OAFL7bbU4QyhyphenhyphenFZXGXzGvCE3NOLluGobbl36qzMVkWV-AK9UmqTqgSzsJWhGwoYh0FL97RGbIDfQuo6AcgNmax0Iu5MOjJGjOf1RaFGyZKU0Ksxg2Kq6AD32nFNEMXAZ/s320/2-Ronggeng.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">"........Ronggeng, seringkali diasosiasiakan dan digambarkan sebagai sosok perempuan penari nan “erotis”, “bahenol”, “genit”, dan dipandang sebelah mata karena dianggap “murahan”. Tentu gambaran tersebut adalah hasil labelisasi dan stigma yang dilekatkan secara sepihak oleh masyarakat. Hemat penulis tidak akan ada satu pun perempuan yang mau dan dengan suka rela dicap negatif seperti sebutan di atas. Sebab, bukan hanya harga diri atas pribadi yang dinodai, melainkan juga tiadanya pengakuan atas sebuah pekerjaan seni yang menghibur. Ada realitas sosial dimana nilai dan norma masyarakat tidak singkron dengan kehendak bebas anggota masyarakat di dalamnya. Akibatnya, lahir sebuah sikap mendua. Mau tapi malu, menikmati sekaligus menghujat, dan berbagai ironi lainnya, khususnya dalam menyikapi kehadiran ronggeng sebagai seorang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">entertainer </i>rakyat...." <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 10)</span></div></span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 16px; line-height: 24px;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-1023862802346506222010-09-18T19:40:00.000-07:002010-09-18T19:40:13.205-07:00Nyadran<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnik1RfqfO48nZ9sGg-UAYrayYjzaNGWvY6sFGaU3TKmz2ivAIIRP7lN3gzwuN4utyuGDkvJUgMJX57ZD8c7ZGKCskbuNBuk3LP8c7MuYU4VXdIYXBayVf5qxVoRPWMWcjAK_Bb7xpcv-R/s1600/1-Nyadran+2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnik1RfqfO48nZ9sGg-UAYrayYjzaNGWvY6sFGaU3TKmz2ivAIIRP7lN3gzwuN4utyuGDkvJUgMJX57ZD8c7ZGKCskbuNBuk3LP8c7MuYU4VXdIYXBayVf5qxVoRPWMWcjAK_Bb7xpcv-R/s320/1-Nyadran+2.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">".........<span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">Pada hari yang telah ditentukan, setiap keluarga berbondong-bondong menuju makam sambil membawa sesuatu yang berisi </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">ubo rampen</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"> dan </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">sesajen.</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"> Ubo rampen itu biasanya berupa kembang setaman yang terdiri dari bunga mawar, kenanga, puring, dan kembang jambe yang dicampur dengan air secukupnya. Sedangkan sebagai sesajen, berupa nasi yang dibentuk </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">buceng</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"> [nasi tumpeng], dengan dilengkapi lauk-pauk seperti sambal goreng, srundeng, rempeyek, ayam ingkung [bekakak], ketimun, tahu dan tempe. Nasi buceng beserta aneka lauk-pauknya itu ditarus diatas satu wadah berupa </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyiur</i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"> atau </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">tampah </i></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">dari anyaman bambu, ada juga sebagian yang dimasukkan ke dalam takir/berkat/bakul......" </span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Cambria, serif; line-height: 24px;">(Yanu E. Prasetyo, MTB, Hal 3)</span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Cambria","serif";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-56956089856912958282010-09-18T19:37:00.000-07:002010-09-18T20:23:36.189-07:00Pengantar<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><b>Maklum Sudah Tradisi !</b></span><br />
<span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Seringkali ketika penulis bertanya pada seseorang mengapa dia melakukan sesuatu? Maka mereka akan menjawab dengan kalimat : <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">sudah tradisi!</b> Jika sudah demikian, maka kening Saya berkerut akibat tarikan berbagai pertanyaan yang melintas dalam pikiran, seperti sejak kapan tradisi semacam itu dimulai? Darimana? Mengapa begitu tidak begini? dan lain sebagainya. Tradisi menjadi mantra yang ringkas, padat, dan ampuh untuk melegitimasi suatu tindakan. Seolah-olah, ketika kita sudah bilang suatu tindakan sebagai tradisi maka tindakan itu sudah “benar” dan tidak perlu dipertanyakan kembali, apalagi dibantah.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Akan tetapi, ketika penulis berkeliling ke berbagai tempat, bertemu bermacam-macam manusia, dan menyaksikan aneka jenis kegiatan masyarakat, banyak juga apa yang disebut sebagai “tradisi” itu yang mengalami perubahan. Banyak tradisi ternyata tidak lagi sesuai dengan pakem-nya. Banyak tradisi tidak lagi dipahami makna, filosofi, maksud dan tujuannya oleh generasi yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">notabene </i>seharusnya mewarisi. Puluhan dan mungkin ratusan macam tradisi telah bergeser dari “rel” dan bahkan ada yang jatuh ke jurang dan menghilang ditelan ombak perubahan jaman yang semakin maju [baca:kompleks]. Intinya, dari pengamatan penulis, banyak tradisi sedang berada di persimpangan jalan, apakah akan bertahan, bermutasi, atau hilang ditinggalkan generasi selanjutnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam buku ringkas dan sederhana ini, penulis berusaha untuk mengingatkan kembali, atau sekedar memutar ingatan kita akan tradisi-tradisi masa lalu yang kini telah banyak berubah. Penulis tidak berusaha mengatakan bahwa perubahan itu baik atau buruk, benar atau salah, melainkan hanya melakukan refleksi kecil-kecilan agar kita bisa merenung sejauh mana kita telah “meninggalkan” warisan leluhur kita di masa lalu. Kalaupun menurut pembaca buku ini “tidak banyak berguna”, atau “kurang mendalam”, karena memang buku ini hanya sekedar “memotret” segelintir tradisi yang sempat teramati oleh penulis. Syukur-syukur kalau kemudian cerita yang diangkat ternyata sampai pada esensi yang diharapkan. Mohon dimaklumi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span></div><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Subang, Januari 2010</span></i>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-361830323791441210.post-4596089797164767402010-09-17T07:33:00.000-07:002010-09-17T07:33:14.547-07:00Nusantara<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9wM8rPXJT-m0P6avIoSiw5_nx8w_A6Ub4U0l4qViCcmMjs4AQ-tXJd_y-zUSLprSEPUqLvtQvzF1bqwN0Il2-8MN2_Z8tK5wUlTAw-AOQ51WdPcqdLc2zJgcUZmQVmgMUpp84IqJEF0ZZ/s1600/PetaNusantara-rdus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="202" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9wM8rPXJT-m0P6avIoSiw5_nx8w_A6Ub4U0l4qViCcmMjs4AQ-tXJd_y-zUSLprSEPUqLvtQvzF1bqwN0Il2-8MN2_Z8tK5wUlTAw-AOQ51WdPcqdLc2zJgcUZmQVmgMUpp84IqJEF0ZZ/s320/PetaNusantara-rdus.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;">foto : <span class="Apple-style-span" style="color: #228822; font-family: arial; font-size: 13px; line-height: 15px;">wacananusantara.org</span></div>Mengenal Tradisi Bangsahttp://www.blogger.com/profile/09294627430472783042noreply@blogger.com0